Selasa, 22 November 2011

Pengelolaan Perikanan Berbasis Kerakyatan


Dalam dekade terakhir, para ahli perikanan terus mencari model pengelolaan, sehingga di satu sisi pemanfaatan sumber daya alam memberikan kontribusi yang berarti terhadap kesejahteraan nelayan. Sementara di sisi lain, kelestarian sumber daya alam juga harus tetap dijaga. Upaya tersebut dilatarbelakangi oleh suatu kenyataan bahwa pendekatan top down yang menempatkan pemerintah sebagai pemegang peran utama, terbukti tidak efektif.
Proses ini tidak memperhitungkan kemampuan yang ada pada masyarakat (tradisional) yang sesungguhnya mampu mengelola sumber daya alam mereka secara efektif dan berkelanjutan. Setelah melalui beberapa eksperimen, para ahli perikanan kemudian merekomendasikan perlunya pengembangan pengelolaan kemitraan antara pemerintah dan nelayan lokal. Pada model pengelolaan kemitraan tersebut, sebagian ahli perikanan menyebutkan sebagai co-management dan sebagian lain menyebutnya sebagai pengelolaan berbasis kerakyatan.
Pengelolaan perikanan berbasis kerakyatan didefinisikan sebagai pembagian tanggung jawab atau otoritas antara pemerintah dengan pengguna sumber daya setempat (local community) untuk mengelola sumber daya alam perikanan. Sistem pengelolaan berbasis kerakyatan, pada dasarnya diturunkan dari konsep pengelolaan-kerakyatan, kepedulian terhadap masalah-masalah lingkungan yang mengancam ekosistem-ekosistem nasional. Masalah ini memperburuk tingkat kemiskinan dan putusnya hubungan antar manusia, khususnya pedesaan.
Pengelolaan sumber daya alam berbasis kerakyatan, pada dasarnya merupakan penggabungan dari berbagai pendekatan yang berbeda ke arah pembangunan masyarakat. Perubahan sosial tetap menjadi kekuatan pendorong di belakang usaha-usaha itu.
Guna mencapai keberhasilan Pengelolaan Berbasis Kerakyatan, maka beberapa hal yang terkait dengan hal tersebut harus diketahui dan dimengerti, yakni:
a).  Pengelolaan  Perikanan  Berbasis  Kerakyatan  harus  diwujudkan  dalam    bentuk
      penyerahan hak milik kepada masyarakat atas sumber daya alam perikanan. Pelaksanaan hak milik tersebut harus dapat mewujudkan empat prinsip, yaitu: kesamaan, pemberdayaan, pelestarian, dan orientasi sistem.
b). Komponen  Pengelolaan  Perikanan  Berbasis  Kerakyatan  terdiri  dari  pelaku  yang
      meliputi seluruh unsur yang berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan sumber daya alam perikanan (Stakeholders). Pada saat ini, kebanyakan perencanaan partisipatif memfokuskan perhatian kepada stakeholders yang memiliki “kepentingan langsung”.
Karakteristik suatu perencanaan partisipatif adalah memberikan suatu dasar bagi keterlibatan stakeholders secara berarti di dalam proses untuk suatu wilayah yang mencakup semua tahapan proses perencanaan mulai dari proses penyusunan hingga implementasinya. Komponen yang terdapat dalam pengelolaan ini, antara lain: hak pakai, hak pertukaran, hak pemerataan, dan skema pengelolaan dan wewenang.
Hak pakai bukan hanya penangkapan ikan melainkan juga buat maksud lain, seperti lahan pembuangan atau pemanfaatan sumber daya alam nonhayati lainnya.
Hak pertukaran berarti komunitas nelayan memegang kontrol terhadap saluran distribusi hasil perikanan dan sistem pengadaan pasokan bagi kebutuhan sarana produksi.
Hak pemerataan berarti bahwa dalam komunitas nelayan harus ada jaminan politik dan ekonomi yang memungkinkan pendistribusian anugerah sumber daya alam perikanan dapat berjalan secara merata.
c).  Untuk  mencapai  Keberhasilan  Pengelolaan  Perikanan  Berbasis  Kerakyatan,  ada
      sebelas kondisi kunci sebagai berikut:
1. Batas-batas wilayah secara fisik harus jelas.
2. Definisi keanggotaan harus jelas.
3. Ada kohesi kelompok
4. Organisasi yang ada tidak asing bagi komunitas nelayan karena sistem yang dikembangkan berdasarkan pengalaman organisasi masyarakat tradisional mereka.
5. Ada fisibilitas ekonomi.
6. Partisipasi anggota komunitas sedemikian tingginya sehingga sebagian besar atau bahkan seluruh anggota komunitas mempunyai akses untuk mempengaruhi keputusan pengelolaan.
7. Aturan pengelolaan dijalankan secara efektif.
8. Secara yuridis organisasi mereka diakui.
9. Ada kerjasama dan kepemimpinan
10. Ada upaya desentralisasi dan pendelegasian wewenang
11. Ada koordinasi antara pemerintah dengan masyarakat.
d).  Beberapa    studi  kasus  dijadikan  sumber  informasi.    Saat  pengumpulan  data,
      masyarakat ditempatkan pada posisi yang penting dari suatu proses perencanaan dan diundang untuk memberikan kontribusi informasi yang mungkin berguna bagi para perencana.  Dalam hal ini, konsep rencana zonasi yang telah dipersiapkan di berikan kepada stakeholders melalui pemberian informasi yang dapat menyebar secara luas.  Salah satu diantaranya melalui media massa guna mengundang reaksi masyarakat.
Diambil dari: http://www.kp3k.kkp.go.id pada tanggal 17 Februari 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar